Bincang-bincang ala aktivis dakwah kampus.
Terik mentari membakar atas masjid ulil albab unm parang tambung. Ini bukan bincang-bincang di warung kopi, namun bincang-bincang pemuda di bawah naungan masjid.
Empat orang yang berkumpul ba’da sholat dhuru tengah berdiskusi kecil tentang sejarah / tarikh rasulullah dan para sahabat. Satu dengan yang lainnya seakan ingin saling menunjukkan kebolehan dalam berbicara dan menunjukkan kapasitas ilmu yang mereka miliki. Tangan bergerak ke sana sini sebagai isyarat penjelasan tentang suatu perkara. Aku sebagai penonton di sini.
Di pojok depan sebelah kanan, bersandar di dekat karpet dan colokan listrik untuk menjaga agar supaya netbook ini tetap ter-charging.
Seorang pemuda yang akrab kami kenaldengan istilah “sang SPM’mengenakan jubah “Pakistan”. Mengucapkan “Huh. Antum jangan asal bicara tanpa dalil akhi, sanggahnya atas penuturan sang retoris sejati dengan pakaian batik cokelatnya. Aku juga punya batik seperti itu, pesis sekali coraknya, dan dimiliki oleh banyak orang yang ikut serta dalam kegiatan.
Kisahnya tidak dilanjutkan.
Kini muncul kisah baru dari pemilik nama syaikhain. Dengan kopia putihnya dan celana yang pastinya mengatung. Kisahnya tetang pencuri, yang sebenarnya semua orang tahu bahwa mencuri itu b uruk. Namun, yah, inilah celotehan ala aktivis dakwah kampus kami.
Saling bercerita tentang kisah yang para aktivis sudah tahu semuanya, namun memang nikmat sekali rasanya kalau berceirta dan semua orang tahu, tentang apa yang diceritakan.
Aduh, ceritanya kemana-mana, tak bisa kutarik kesimpulan apa yang mereka perbincangkan. Payah aku! Al mandary mengubah posisi tidurnya dihadapan keduan orang tersebut, sang retoris sejati dan pemilik syaikhain.
Sesekali pula mereka bercerita tentang artis-artis yang lagi-lagi tren dibicarakan dimedia. (itu kesimpulanku karena mereka menceritakannya, maklum, ana nda pernah menonton tv akhir-akhir ini).
Sesekali pula mereka menyingkung oersangkutan akademik kampus.
Diam saja dengan kecuekannya. Al madary hanya sesekali saja cengar cengir dan tersenyum. Tak tahu juga alasannya. (atau karena ini perbincangan anak mipa yang tidak ku pahami apa intinya? Wallahu a’lam.
Kini cerita tentang teman-teman sekelasnya.
Ku rasa orang popular yang nakal. Entahlah. Namun pembicaraan ini betul-betul tak bermuara dan tak berhulu. Ibarat nasyid, “Pangkalnya jauh, ujungnya belum tiba”
Tunggu dulu, masih ada yang unik.dan betul-betul, pembicaraaan ikhwa-ikhwa ini klau berceloteh tak pernah lekang dari kisah “A*****T” huft... ckckckc…
Iah, payah! Mungkin akan aku cari majelis lain yang pembicaraannya terarah pada satu topic saja.
0 comments:
Post a Comment