Social Icons

Pages

Labels

Sunday, November 18, 2012

ANTARA DAKWAH DAN TARBIYAH


Tidak dipungkiri lagi bahwa tempat untuk mendapatkan ilmu agama tersebar luas dengan segala macan jenis dan macamnya. Dari yang sifatnya umum sampai jenis khusus yang disampaikan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Ada yang disebut taklim, ada daurah, ada muqobalah, liqo, tarbiyah dan lain-lain sebagainya yang terkadang beda nama namun substansi yang sama.
Terkhusus bagi kita yang selama ini menempuh beberapa cara dan mengambil cara yang memang akan memeberikan pengaruh yang besar kepada mad’u dan peserta), yaitu Tarbiyah.
Tarbiyah yang kita jalanani adalah model menuntut ilmu yang memang sangat efektif bagi masyarakat. Kita dikontrol untuk memperbaiki bacaan Al Quran, kita dibimbing untuk mengetahui hukum-hukum tajwid dengan intensif dan terkontrol, kita juga dibimbing untuk memiliki agenda hafalan Al Quran dan Hadits yang akan disetor kepada murobbi agar ditahu yang mana yang keliru dan yang mana yang sudah bagus. Materi yang disajikan juga berjenjang sehingga mudah untuk difahami. Kesemua agenda yang kita lakukan dalam tarbiyah begitu membentuk diri kita untuk menjadi Muslim sejati yang bisa kita sebut dengan 5 M.
Tarbiyah membentuk kita untuk menjadi seorang mukmin yang shaleh bagi pribadi kita. Kemudian kita akan diajar dan terus menuntut ilmu agar menjadi seorang yang mushlih, yaitu orang yang merasa risau dengan keadaan sekitar-kita. Setelah hal tersebut tercapai, maka kita meneruskan menuntut ilmu sehingga terbentuk pribadi yang mujahid yang siap untuk berjuang dan berdakwah.
Kesadaran dakwah sudah muncul dalam diri dengan bimbingan murobbi yang tak ada lelahnya untuk mengajari kita ilmu agama. Sehingga kita dituntut lagi untuk  menjadi muta’awin, yaitu orang yang dapat bekerja berkelompok untuk menjalankan dakwah ini, agar kita saling menjaga dan ada teman dalam perjuanagn sebagaimana para Nabi dan Rosul yang memiliki sahabat-sahabat diri yang dekat dengan mereka. Menjadi bithonah-bithonah yang saling menguatkan dalam perjuangan. Dan tahap terakhir yang ingin kita capai adalah menjadi Mutqin. Yah, menjadi Mmutqin (baca: professional) dalam bidang dan kemampuan diri yang kita miliki.
Menjadi seorang mahasiswa yang bergelar pejuang dakwah menuntuk kita untuk bisa berakselerasi memiliki sifat-sifat tersebut dalam waktu yang relative singkat. Tidak lebih dari 2 tahun agar dapat menjadi generasi pelanjut estafet perjuangan sebab usia dakwah di kampus kita –katakanlah- tak lebih dari 5 tahun (itung-itung jaga citra: ntar ada komentar : “aktivis kok lambat selesai?”).
Sehingga tak tanggung-tanggung, amanah yang kita emban terkadang melelahkan tubuh kita.

Dakwah! Siapa yang tidak kenal dakwah? Bagi seorang aktivis yang sudah lama (bahkan yang baru juga sering ada) melakoni dunia “persilatan” sebagai kativis begitu faham tentang keutamaan menjadi seorang da’i.
Allah sbhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS: Fushshilat :33.
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
Allah sebutkan bahwa orang yang paling baik perkataannya adalah dai yang da’a Ilallah. Maka siapakah gerangan manusia yang tak ingin menjadi seorang dai yang menyeru kepada Allah dan kepada kebaikan agar mendapatkan kemuliaan kecuali orang yang hatinya telah dikuasai oleh hawa nafsu dan dilalaikan oleh syaithon.
Tidak tanggung-tanggung, Allah subhanahu wa ta’ala pun berfirman dan mengkhususkan hanya orang-orang yang berdakwah sebagai orang yang beruntung. Sebagaimana dalam QS Ali Imran:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
Maka tidak jarang kita akan mendapati begitu banyak pemuda dengan celana cingkrang dan janggot dari yang tipis-tipis sampai lebat seperti orang arob, bertebaran di kampus-kampus di dampingi (maksudnya bekerja sama dalam beberapa kegiatan kecuali yang sudah nikah, boleh jalan berdampingan bahkan bergandengan tangan, hehe… hust…) muslimah-muslimah dengan kain (baca: jilbab) yang menutupi  dari yang kepala sampai pinggang sampai kepala ke mata kaki, dan ditambah dengan kain penutup wajah yang kita sebut cadar. Subhanallah, alangkah indah pemandangan ini. begitu mengagumkannya pemuda-pemudi ini. semangat mengajak kepada kebaikan yang luar bisa.
Trus, apa hubungannya dengan judul?
Yah, kami hanya ingin sedikit mengingatkan diri kami dan sadara-saudari sekalian (terlepas dari segala kekurangan diri kami, antum boleh kok mengatai kami dalam hati, hehe.. dalam hati aja yah supaya tidak berantem, ato buat catatan tandingan sajalah, kebetulan kami tidak terlalu oral dalam berkomunikasi, maka kami tumpahkan saja rasa ini disebalik kertas elektronik ini).
Kembali ke laptop!
Antara Dakwah vs Tarbiyah, yah itulah judulnya.
Bersambung.........................................................................................................................

Memaknai tarbiyah yang sudah kita jalani selama ini, apakah sesuatu yang memang kita rindukan ataukah tidak merupakan pertanyaan simpel namun sarat dengan makna. Dakwah dan tarbiyah, begitu kita sering menyebutnya, namun perhatikanlah wahai saudara-sadariku.

Catatan ini bisa sangat bersifat subjektif dalam mengangkat masalah dakwah dan tarbiyah, sehingga kami mengajak kepada pembaca sekalian untuk senantiasa mengedepankan prasangkaan baik kepada diri kami. Sebab kami berbicara berdasarkan bukti empiric yang ada.

Dalam QS. Al Baqorah ayat 44 Allah berfirman:
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”

Kita berdakwah untuk mengajak manusia agar terbina dalam tarbiyah agar mereka faham dengan Islam lebih dalam, namun sangat disayangkan, jika kita begitu gencar untuk mengajak manusia kepada kebaikan ilmu (tarbiyah) namun diri kita sendiri yang tidak becus dalam mengikuti tarbiyah, dengan segala problem yang ada, entah karena alasan capai, entah sibuk kerjakan tugas-tugas kuliah, ataukah sibuk mentarbiyah (mungkin sudah merasa diri hebat, jadi tidak perlu tarbiyah lagi. sisa mentarbiyah saja fikirnya).

Ikhwani fiddin, terkadang pula kita tidak beradab kepada ustadz, dengan datang setelah beliau datang di tempat, sementara jika mahasiswa baru datang untuk mendaftar, kita dapat stanby di loket, 1 atau 2 jam sebelumnya, subhanallah. Apa gerangan yang menjadi penyebabnya? Apakah karena kita memang tidak memberikan perhatian yang lebih kepada tarbiyah? Ataukah kita memang lebih mengutamakan “Dakwah” ketimbang “Tarbiyah”? Padahal kita sudah sebutkan sebelumnya bahwa memperbaiki diri lebih utama ketimbang yang lainnya? Bukankah Allah peintahkan untuk menjaga diri kita kemudian menjaga keluarga? Sebagaimana dalam firmannya QS At Tahrim ayat : 6
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS Al Anfaal ayat 63:
“dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman)[622]. Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.”

Ikhwany fiddin. Seyogyanya –bagi kami pribadi- tarbiyah adalah ajang mempererat ukhuwah yang ada di antara pesertanya. Bagaimana tidak, dulu, dulu sekali, kami sangat ingat bahwa kami hanya mengenal ikhwa yang berasal dari satu fakultas saja, namun setelah ikut program tarbiyah aksel, maka kami pun mendapat teman dari fakultas lain. saling mengunjungi, saling bercengkrama dengan yang lainnya. Intinya begitu indah rasanya, namun seiring perkembangan zaman dan waktu (kayak orang tua tempo doeloe banget) ikatan itu semakin mengendur. Yang kami perhatikan ternyata karena kesibukan kita dalam mengemban amanah dakwah. Untuk mengajak orang lain ke dalam islam, sehingga ikhwa yang sudah bersama kita jarang sekali diperhatikan.

Jika seorang diantara kita tidak datang tarbiyah, tidak ada yang tahu mereka sedang apa, padahal beliau sedang meradang seorang diri di kost-annya karena sakit yang berat. Sebelum- kami sudah mempublish catatan dengan judul “Kita, Ukhuwah dan Sandiwara

Saudaraku, sekali lagi bahwa catatan ini hanya pandangan dari penulis saja, namun niat kami semata agar kita kembali memaknai Tarbiyah yang kita jalani selama ini. Ruhnya, semangatnya, persatuannya, dan keyakinan dan cita-cita bahwa inilah jalan kejayaan Ummat!

Diselesaikan di  Kampus UNM Parang Tambung, 18 November 2012

0 comments:

Post a Comment