Sudah akrab kan dengan istilah Aktivis
Dakwah? Iyakan? Atau mungkin anda salah satu di antara mereka? Yang terjun
di dunia Dakwah. Menjauhkan diri dari kehidupan dunia. Fokus untuk mengejar
cita-cita meraih jannah (baca: surga)? Yah, mungkin saja. Dan jika anda memang
salah satunya, maka saya harap anda dapat duduk dengan manis, menyimak paparan
saya. Dan cukup katakana, “Iya, memang banyak di antara kami yang seperti itu”
tentunya setelah membaca sedikit catatan ini nantinya.
Ya.ya.ya. Saya sangat bermurah hati
karena harus jujur bahwa catatan ini –mungkin- sifatnya sangat subjektif
sekali. Tapi semoga saja kita dapat mengambil sedikit pelajaran di dalamnya.
Tadi sudah saya sudah bertanya dengan
yakin, bukan? Bahwa anda sudah akrab dengan istilah Aktivis Dakwah? Jadi
pada kesempatan yang singkat ini saya tidak akan mendefinisikan makna dari 2
kata tersebut. Tidak lebih dari dua kata. Aktivis dan Dakwah. Yang bergerak dan
mengajak. Lho, kok saya definisikan sih? Tapi tak apalah, itulah gambaran besar
bagi kita semua. Tentu kita sudah faham makna 2 kata yang tidak lebih ini
bukan? Saya tulis lagi yah, AKTIVIS DAKWAH!!!
Sarah* adalah seorang Aktivis Dakwah.
Setiap hari, maksudnya hampir setiap hari jika ia sempat ke kampus dan
menyempatkan diri ke kampus, tentulah hal pertama ia lakukan adalah nongkrong
di teras masjid, menunggu “mangsa“datang menyodorkan diri yang seakan
berkata, “Terkamlah diriku.” Ia akan memulai dengan sedikit senyum di
bibir indahnya. Dan berkata, “Lagi nunggu siapa ki?” sang mangsa
menjawab, “Tidak ada ji, Cuma istirahat habis kuliah”
Atau Sarah memulai dangan nada sok
kenal, “Assalamu alaikum, kelas pendidikan B ki juga toh?” (lho, kok
sudah kuliah setahun tapi belum kenal teman sekelas sih. Aneh memang caranya
menyambung pembicaraan untuk sekedar memunculkan topik. Mirip) maka sang mangsa
akan menjawab, “Bukan, saya pendidikan kelas C”. “Oh, berarti saya
salah orang, tapi btw…bla…bla..bla..dst.” sehingga ia pun dapat menjalin
percakapan dengan mangsanya. Mangsa yang tidak akan dimakan, namun mengajaknya
ikut pengajian agar dapat juga menjadi calon penghuni surga (lebih dekat).
Sepenggal kisah di atas adalah
gambaran kecil apa yang biasa dilakukan para Aktivis Dakwah tersebut. Entah di
emperan penjual makanan milik akhi-akhi (istilah ini ku dapat setelah
ada SMS dari teman yang dari juniornya), atau di pelataran ruang kuliah ketika
dosen datang beberapa menit kemudian (biasanya 30-60 menit. Pengalaman).
“Kak Ra, abis tahiyat akhir, doa apa lagi
itu yang dibaca agar terlindung dari empat hal?” Tanya Ana (junior di Prodi
English, korbannya di tempat pendaftaran dulu) kepada Ra (sapaan akrab untuk
kak Sarah. Si Sarah, sang aktivis pencari mangsa.he)
“Eh, eh, eh, aih. Ku lupai dek,
afwan.” (padahal dia Cuma ngeles, memang sama sekali lupa. Atau malas tahu,
atau memang tidak pernah tahu, atau bahkan baru dengar kalau ada doa seperti
itu yah? Doa apa yah?)
Mungkin anda, para pembaca yang
budiman berfikir, “Ah, terlalu mengada-ada ini cerita” tapi aku harus jujur
berkata dengan segala kerendahan dan kepasrahan yang ingin berusaha, bahwa hal
tersebut terjadi, atau mungkin terjadi, atau sudah terjadi. Atau akan terjadi).
Suatu hal yang memang ironi. Seorang
aktivis tidak tahu bacaan sholat yang tergolong utama. Namun melihat kenyataan
di lapangan, saya sangat prihatin. Sungguh sangat prihatin. Jika kita ingin
investigasi lebih jauh dan lebih mendalam lagi maka akan lebih banyak lagi
kejanggalan yang akan kita dapatkan.
Takbir yang semraut. Datang ke masjid langsung
simpan tas, angkat tangan dan bertakbir. Tidak ada jeda. Tidak ada waktu
mengkonsentrasikan diri. Tidak ada penenangan diri. Langsung saja. Bak terlambat
masuk ke kelas jika diajar oleh dosen-dosen killer saja. Mengangkat tangan pun
tidak sunnah, bukan pada sejajar telinga atau pun sejajar bahu. Namun cara yang
lain. Sekedar mengangkat yang jika kita ingin membuka kitab-kitab karya ulama,
dari ulama yang baru(junior) sampai ulama yang tersohor(sekaliber Syaikh Al
Albani), tidak akan kita dapati tata cara seperti itu. Tidak angkat tangan
cukup, tapi ini, angkat tangan tidak jelas. Saya takut menghukuminya salah
total, tapi bagiku berdasarkan bacaan dan ceramah-ceramah fiqih ibadah), itu
keliru.
Belum lagi gerakan yang lemah gemulai,
tak bertenaga, semoga saja bukan itu maksud dari firman Allah subhanahu wa
ta’ala dalam QS Al Baqoroh ayat 142.
“…Dan apabila mereka berdiri untuk shalat
mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan
manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
Maka pernah muncul di benak saya yang
terus mengusik relung jiwa, sampai-sampai saya harus jatuh sakit, Sakit maag,
bukan terkena sakit maag karena masalah ini, tapi sakit yang Lain, sakit
kepala, Ya, saya sakit kepala bertanya-tanya, “Apa mereka pernah membaca buku
tuntunan Sholat? Atau Sifat Sholat Nabi? Atau ceramah Fiqih Ibadah? Atau mereka
memang Cuma peduli sholat? Tidak peduli bagaimana mereka sholat? Hanya mau tahu
kalau mereka banyak sholat? Atau sekedar apalah? (astaghfirullah, saya
bersu’udzhon)
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya, (QS Al Baqoroh ayat 4-5)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala
menjaga kita dari sifat melalaikan sholat.
Di Kios Reok
Ku yang Lembab, kala hati sedang merindu, Kekasih.
(QS
Ar Rad : 28) hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
*Cerita semi-fiktif. Jika ada kesamaan tokoh,
tempat, dan Suasana, bisa jadi memang hal yang disengaja. ^_^
0 comments:
Post a Comment