Social Icons

Pages

Labels

Wednesday, November 21, 2012

Aktivis Dakwah dan Sifat Sholat Nabi



Sudah akrab kan dengan istilah Aktivis Dakwah? Iyakan? Atau mungkin anda salah satu di antara mereka? Yang terjun di dunia Dakwah. Menjauhkan diri dari kehidupan dunia. Fokus untuk mengejar cita-cita meraih jannah (baca: surga)? Yah, mungkin saja. Dan jika anda memang salah satunya, maka saya harap anda dapat duduk dengan manis, menyimak paparan saya. Dan cukup katakana, “Iya, memang banyak di antara kami yang seperti itu” tentunya setelah membaca sedikit catatan ini nantinya.
Ya.ya.ya. Saya sangat bermurah hati karena harus jujur bahwa catatan ini –mungkin- sifatnya sangat subjektif sekali. Tapi semoga saja kita dapat mengambil sedikit pelajaran di dalamnya.
Tadi sudah saya sudah bertanya dengan yakin, bukan? Bahwa anda sudah akrab dengan istilah Aktivis Dakwah? Jadi pada kesempatan yang singkat ini saya tidak akan mendefinisikan makna dari 2 kata tersebut. Tidak lebih dari dua kata. Aktivis dan Dakwah. Yang bergerak dan mengajak. Lho, kok saya definisikan sih? Tapi tak apalah, itulah gambaran besar bagi kita semua. Tentu kita sudah faham makna 2 kata yang tidak lebih ini bukan? Saya tulis lagi yah, AKTIVIS DAKWAH!!!
Sarah* adalah seorang Aktivis Dakwah. Setiap hari, maksudnya hampir setiap hari jika ia sempat ke kampus dan menyempatkan diri ke kampus, tentulah hal pertama ia lakukan adalah nongkrong di teras masjid, menunggu “mangsa“datang menyodorkan diri yang seakan berkata, “Terkamlah diriku.” Ia akan memulai dengan sedikit senyum di bibir indahnya. Dan berkata, “Lagi nunggu siapa ki?” sang mangsa menjawab, “Tidak ada ji, Cuma istirahat habis kuliah

Atau Sarah memulai dangan nada sok kenal, “Assalamu alaikum, kelas pendidikan B ki juga toh?” (lho, kok sudah kuliah setahun tapi belum kenal teman sekelas sih. Aneh memang caranya menyambung pembicaraan untuk sekedar memunculkan topik. Mirip) maka sang mangsa akan menjawab, “Bukan, saya pendidikan kelas C”. “Oh, berarti saya salah orang, tapi btw…bla…bla..bla..dst.” sehingga ia pun dapat menjalin percakapan dengan mangsanya. Mangsa yang tidak akan dimakan, namun mengajaknya ikut pengajian agar dapat juga menjadi calon penghuni surga (lebih dekat).
Sepenggal kisah di atas adalah gambaran kecil apa yang biasa dilakukan para Aktivis Dakwah tersebut. Entah di emperan penjual makanan milik akhi-akhi (istilah ini ku dapat setelah ada SMS dari teman yang dari juniornya), atau di pelataran ruang kuliah ketika dosen datang beberapa menit kemudian (biasanya 30-60 menit. Pengalaman).
“Kak Ra, abis tahiyat akhir, doa apa lagi itu yang dibaca agar terlindung dari empat hal?” Tanya Ana (junior di Prodi English, korbannya di tempat pendaftaran dulu) kepada Ra (sapaan akrab untuk kak Sarah. Si Sarah, sang aktivis pencari mangsa.he)
“Eh, eh, eh, aih. Ku lupai dek, afwan.” (padahal dia Cuma ngeles, memang sama sekali lupa. Atau malas tahu, atau memang tidak pernah tahu, atau bahkan baru dengar kalau ada doa seperti itu yah? Doa apa yah?)
Mungkin anda, para pembaca yang budiman berfikir, “Ah, terlalu mengada-ada ini cerita” tapi aku harus jujur berkata dengan segala kerendahan dan kepasrahan yang ingin berusaha, bahwa hal tersebut terjadi, atau mungkin terjadi, atau sudah terjadi. Atau akan terjadi).
Suatu hal yang memang ironi. Seorang aktivis tidak tahu bacaan sholat yang tergolong utama. Namun melihat kenyataan di lapangan, saya sangat prihatin. Sungguh sangat prihatin. Jika kita ingin investigasi lebih jauh dan lebih mendalam lagi maka akan lebih banyak lagi kejanggalan yang akan kita dapatkan.
Takbir yang semraut. Datang ke masjid langsung simpan tas, angkat tangan dan bertakbir. Tidak ada jeda. Tidak ada waktu mengkonsentrasikan diri. Tidak ada penenangan diri. Langsung saja. Bak terlambat masuk ke kelas jika diajar oleh dosen-dosen killer saja. Mengangkat tangan pun tidak sunnah, bukan pada sejajar telinga atau pun sejajar bahu. Namun cara yang lain. Sekedar mengangkat yang jika kita ingin membuka kitab-kitab karya ulama, dari ulama yang baru(junior) sampai ulama yang tersohor(sekaliber Syaikh Al Albani), tidak akan kita dapati tata cara seperti itu. Tidak angkat tangan cukup, tapi ini, angkat tangan tidak jelas. Saya takut menghukuminya salah total, tapi bagiku berdasarkan bacaan dan ceramah-ceramah fiqih ibadah), itu keliru.
Belum lagi gerakan yang lemah gemulai, tak bertenaga, semoga saja bukan itu maksud dari firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam QS Al Baqoroh ayat 142.
“…Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
Maka pernah muncul di benak saya yang terus mengusik relung jiwa, sampai-sampai saya harus jatuh sakit, Sakit maag, bukan terkena sakit maag karena masalah ini, tapi sakit yang Lain, sakit kepala, Ya, saya sakit kepala bertanya-tanya, “Apa mereka pernah membaca buku tuntunan Sholat? Atau Sifat Sholat Nabi? Atau ceramah Fiqih Ibadah? Atau mereka memang Cuma peduli sholat? Tidak peduli bagaimana mereka sholat? Hanya mau tahu kalau mereka banyak sholat? Atau sekedar apalah? (astaghfirullah, saya bersu’udzhon)
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, (QS Al Baqoroh ayat 4-5)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjaga kita dari sifat melalaikan sholat.

Di Kios Reok Ku yang Lembab, kala hati sedang merindu, Kekasih.
(QS Ar Rad : 28) hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
*Cerita semi-fiktif. Jika ada kesamaan tokoh, tempat, dan Suasana, bisa jadi memang hal yang disengaja. ^_^

0 comments:

Post a Comment