Social Icons

Pages

Labels

Sunday, November 11, 2012

MENYEMAI CINTA DI LAUT LARA


Duka. Siapa yang tak kenal dengan satu kata ini. ia yang orang ingin lari darinya. Orang ingin untuk tidak bersama dengannya. Orang ingin agar tak mengenal satu kata ini. namun itu hanyalah sebuah imaji yang tak mungkin dapat untuk didapati.

Duka bukan hal yang istimewa. Bahkan kebanyakan orang tidak suka denganya. Karena duka menjadikan si periang menjadi sedih, menjadikan si bahagia menjadi murung dan terkadangan menjadikan segala sesuatunya tak dapat diresapi.

Yah itulah duka. Yang tak perlu dijelaskan lagi rasanya. Sebab tentulah semua manusia pernah merasakannya dari usia balita sampai yang tua. Duka pun muncul karena alasan-alasan yang mungkin tak sama antara orang yang satu dengan yang lainnya.

Si mungil bayi mungkin berduka karena tak mendapatkan kehangatan pelukan sang bunda di pagi hari karena sang ibu ikut mencari ikut nafkah. Ia juga sering terlalaikan dengan tidak mendapatkan asi yang mencukupi untuk mengisi perutnya yang kosong sehingga ia akan sedih dan berduka. Meski tak ia katakan aku sedang sedih dan duka, namun tangis yang memecah keheningan malam dan menyibak cahaya siang adalah diantara tanda bahwa ada hal hal yang ia tidak suka.

Seorang remaja tumbuh usia yang sedih karena belum mendapatkan kepercayaan seorang ayah untuk keluar sebentar di tengan malam. Ataukan membeli barang-barang untuk menata rambutnya agar kelihatan elegan. Atau karena ketidak mampuan otaknya untuk memproses pelajaran sehingga  sering tertinggal dan mendapatkan pringkat pertama dari belakang. Ataukah ketika si dia ia dapati bersama dengan seseorang yang tidak dikenalnya, padahal ia punya secerca harapan kan menjadi seseorang yang indah baginya. Dan beberapa kesedihan lainnya yang mungkin anda, saya, mereka dan kita semua pernah rasakan ketika menginjak usia muda.


Ada pula kesedihan dari pak tua yang tidak dapat membelikan mainan untuk anaknya. Sedih karena tidak bisa mmeberikan sesuap nasi di hari sabtu, hari senin, hari rabu, hari jumat kemudian seterusnya. Keluarganya harus berpuasa sehari, dan berbuka sehari karena kekurangan persediaan untuk makannya.dan begitu banyak berita duka yang kita dapat dapati ketika usia sudah menua. Mungkin kita bisa bertanya kepada orang tua kita, atau orang tua teman kita, atau orang tua tetangga kita, dan orang tua-orang tua lainnya.

Namun hidup tentulah tidak hanya bercerita tentang rasa ini, duka. Namun juga ada yang namanya SUKA. Memang jika kita berbicara tentang duka mestilah ada suka yang menyertainya. Bahkan Allah rabb al alamin berfirman:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” QS : Alam Nasyrah ayat 5.

Betapa Allah menyediakan kebahagiakan setelah kesusahan itu. Betapa suka itu menyertai kedukaan. Dan tahukah kita? Tidak tanggung-tanggung, Allah bahkan mengulangi sekali lagi dalam ayat berikutnya
“sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” QS : Alam Nasyrah ayat 6.

Memberikan indikasi bahwa betul-betul setelah duka itu ada suka yang menyertai dan menutupinya.

Suka akan hadir karena kemampuan kita untuk mengolah Susana hati. Dan tentunya tidak mudah untuk melakukan hal tersebut, butuh manajemen qolbu, butuh seni merawat hati agar setiap masalah yang kita hadapi akan menghasilkan lawan kata dari duka tersebut.

Silih bergantinya dua hal ini tentunya membentuk sebuah rasa yang baru, yang merupakan bahan pokok penentu untuk meracik hati agar dapat mengolah duka menjadi suka yang jika rasa ini tidak hadir maka akan menjadikan duka terus menjadi duka dan semakin mendalam.

Yah tepat sekali. Rasa itu adalah CINTA.

Yang merajut sari menjadi kembang. Yang menyirami tunas menjadi buah. Yang memberanikan si penakut, yang melambungkan si pincang, yang melihatkan si buta yang tak bermata. Yah, dialah CINTA. yang tak ada yang sanggup untuk mendefinisikan maknanya.

Rasa ini hanya dilihat tanda-tandanya, diperhatikan perubahannya, dinikmati rasanya sehingga kita dapat berkesimpulan bahwa itulah CINTA.

Cinta, cinta, dan cinta. Dari dulu sampai sekarang, tak putus kata untuk menyanjungnya, tak berakhir para punjangga menyairkannya, tak hentinya para penyanyi melagukannya, bahkan tak habis tinta untuk menuliskannya di kertas-kertas masa.

Ini, aku dan cinta. Tak peduli engkau berkata apa. Namun ini, aku dan cinta. Aku pun sulit untuk mengungkapnya, namun pedih rasanya jika cinta itu sedikit-demi sedikit beranjak pergi meninggalkan diri ku yang lara. Tak tahu kapan ia akan kembali menyapa.

Dan hati ini tanpa cinta tetaplah dalam di laut yang lara dipenuhi duka. Takkan bangkit jika cinta-Nya tak datang lagi menyapa. Yang ku sebut FUTUR!

0 comments:

Post a Comment