Kala ini aku
ingin sedikit bercerita tentang profesi yang tengah kami geluti, maksudku
pekerjaan sampingan untuk mengais rezeki yang Allah telah tentukan bagi kami.
Dia seorang
penjaga kios jasa pengetikan dan printing. Namanya Abu dzar, tapi bukan Al
Ghifary.
Tidak banyak
mahasiswa baru yang mengenal sosok pria sejati ini. kata iklan “LAKI”. Meski
tergolong mumpuni dalam pendanaan hidup di kampung “hijrah”nya akan tetapi hal
itu tidak malah membuatnya menjadi pemuda yang malas dan ongkang-ongkang kaki
serta berfoya dengan gemerlapnya dunia malam di serambi cina.
Di tahun keduanya
di negeri baru ini memberikan tantangan baru untuknya, yaitu menjadi seorang
penjaga kios jasa pengetikan dan printing. Meski banyak orang yang memandangnya
sebelah mata, namun sejurus pemuda memandang beliau berbeda. Decak kagum
terucap dari lisan mereka atas kebanggaan dan kekaguman mereka kepada pria yang
memasuki usia ke 21 nya. Lumayan tua.
Prestise bukan
dunianya, dia hidup untuk dirinya dan jalan yang tlah ia pilih. Ingatk kawan,
aku berbicara tentang sahabat-sahabatku!
Dikeseharianya
mengurusi selusin pelajar yang berdesak-desakan mencoba meraih posisi pertama
untuk menyelesaikan makalah dan tugas-tugasnya yang belum tr-print sampai pagi
hari menjelang mata kuliah dimulai. Dia (abu dzar) rela duduk berjam-jam untuk
melayani segala kebutuhan dan gundah mereka!
Banyangkan
kawan, betapa banyak mahasiswa yang telah ia tolong –setelah izin Allah- untuk
menyelesaikan tugas-tugas mereka dan mendapatkan predikat lulusan terbaik.!
Aku, orang yang
sedikit banyaknya pun kagum dengan kehidupannya, sehingga ku coba untuk
menuliskan pengalaman nyata darinya, meskipun tak semuanya terekam dalam
memori-memori kecilku. Pemuda yang penyabar meski terkadang berkat-kata dengan
nada yang tinggi. Yang selalu memasak nasi dan menyediakan jatah bagi sahabat2
nya yang tidak sempat pulang untuk menyantap makanannya di pagi hari. Sarapan
pun jadi makan siangnya.
Orangnya yang
lucu, natural dalam lelucon-leluconnya –meski sebenarnya aku sering curiga
kalau leluconya bukan kebetulan, heheh- yang menggelikan perut. Raut jengkel
pada wajahnya yang merah padam. Dengkuran nafasnya dikala tertawa cekikikan.
Orang yang unik dan berguna. Pipi merah merona dikala malu-malu ketika jalan
memaksanya berpapasan dengan “mereka”. Ah kenapa ada “mereka” lagi?
Intinya kawan,
ambillah ibroh dari beliau. Hidup berkecukupan tidak berarti bersatai, namun
sebagai modal besar bagi kita untuk belajar mencari nafkah… bukankah Allah
mencintai sesorang yang makan hasil jerih payahnya sendiri.?
Ada yang berminat dengannya?
0 comments:
Post a Comment