Social Icons

Pages

Labels

Friday, October 25, 2013

Desa Metropolitan


Teman, tanggal 15 Oktober 2013 penanggalan masehi, umur hidup ku di sisi Allah sudah genap 22 tahun. Berarti jatah hidup di dunia semakin berkurang. Bukankah kita adalah kumpulan masa? Jika berlalu masa, maka berlalu pula bagian dari diri kita? Tapi kita tidak akan berbicara tentang pribadi saya, tidak sama sekali. Kita sedang akan membicarakan sebuah kejadian yang WOW banget. Apa itu? Tahukah kalian?
Hmn, perjalanan ke Bone. Kala matahari telah tergelincir ke barat, langit-langit biru sedikit demi sedikit menampakkan wajah jingga, pertanda sore kan tiba. Kala kendaraan dengan cepatnya melaju mengejar waktu. Berburu untuk sampai paling dahulu karena tuntutan penumpang yang menggebu-gebu. Tapi aku, santai-santai saja. Berkendara dengan motor pribadi memungkinkan untuk mengatur cepat lambatnya kendaraan. Berhenti tuk istirahat atau tetap melaju dengan resiko lelah dan ngantuk.
Sekali lagi, kisah ini bukan tentang saya. Bukan sama sekali. Ini tentang perjalanan. Apa yang ku saksikan di jalanan pulang ke kampung halaman. Dulu, ada sebuah catatan yang telah ku tulis, “Kugandeng Engkau dalam Dosa” bisa dibaca di assaud.blogspot.com (bukan promosi blog pribadi yah)
Begini saudaraku, asumsi kita bahwa orang desa itu kan sopan-sopan. Kalem. Adem. Ayem. Tapi, tidak dengan zaman sekarang ini, tentu kita tidak mencela waktu sebab ia terlarang untuk dicela. Akan tetapi keadaan masyarakatlah yang kita sayangkan.
Saudaraku, saat sekarang ini, desa sudah menjadi tempat yang mirip kota. Hampir tak ada bedanya. Kita bisa melihat gemerlap lampu di jalan. Kita bisa pula menghirup udara yang dipenuhi dengan kepulan asap berpolusi dan yang tak kalahnya adalah kita pun bisa menyaksikan seorang pemudi melingkarkan tangannya 360 derajat ke pinggang lelaki. Yang ketika kami melihatnya, bisa dipastikan mereka bukanlah suami istri. Bukan pula kakak beradik. Dan pastinya bukan pula anak dan orang tuanya.

Saudaraku, inilah desa. Kini telah menjadi tempat metropolitan pula. Kehidupan di kota kini bisa anda nikmati di desa. Keadaan yang tidak baik. Yah, masyarakat yang menuju peradaban purba. Yang dulunya berpakaian sopan nan bersahaja, kini mulai leluasa mengumbar syahwat dan tebar pesona. Lapri ke sepanjang Bengo, “Pemandangan” itu menghiasi perjalanan kami.
Saudaraku, sesekali. Sesekali saja. Kita sebagai bagian dari sebuah desa. Menatapkan pandangan pada keadaan yang kini melandanya. Sebuah keadaan yang dulu –mungkin- kita cela-cela. Suatu keadaan yang dulu –mungkin- kita hina-hina. Tapi kini telah berada di desa kita. Di kampung kita. Di tempat yang dulu kita banggakan bersama. Tempat yang dulu kita jadikan sebagai wadah percontohan peradaban yang luar biasa. Kesopanan dan kearifan.
Kemana kita wahai pemuda, yang mengaku diri sebagai aktivis dakwah. Tatkala keadaan yang kita –mungkin- hina telah berada di desa kita. Kenapa kita seakan diam saja? Bukankah kita adalah orang yang mengaku sebagai penyeru dakwah? Pengemban, pelanjut, pewaris dari risalah kenabian dan kerasulan? Ummat terbaik. (Lihat QS Ali Imran ayat 110)
Wahai saudaraku, dimanakah kita? Saat saudara-saudara muslim kita yang ada di desa, kini telah terhinakan oleh budaya-budaya barat dari kota-kota? Bukankah kita ini adalah muballigh dan muballighah yang katanya pemilik ucapan yang paling baik? (Lihat QS. Fushshilat ayat 33)
Wahai saudaraku yang mulia, bukankah kita telah mengaku diri sebagai hamba Allah yang berkhidmat untuk agama? (Lihat QS. At Taubah ayat 111) lantas apa yang memberatkan langkah kaki kita sehingga tak kuasa tuk mengangkatnya, seakan-akan telah dipasung dan tidak bisa lepas lagi?
Wahai saudaraku, apakah alasan harta kita malas berdakwah? Padahal Allah telah mencelanya! (lihat QS Al Hadiid ayat 20) dan telah pula Allah peringatkan dalam ayatnya yang mulia. Menjelaskan hakikat sebagian diatara kita, (Lihat QS. At Takatsur ayat 1). Apakah hati kita benar-benar telah condong pada hal yang tak senilai dengan sayap seekor nyamuk atau lalat? Atau karena kecintaan yang mendalam pada harta, wanita dan anak-anak kita? (Lihat QS Ali Imran ayat 14)
Wahai saudara dan saudariku,
Bukankah kita telah hidup selama ini atas rezki dan rahmat Allah?
Bukankah kita telah mencicipi hidayah yang tak ternilai ini dengan indahnya?
Bukankah kita telah bersama dalam bingkai ukhuwah yang mulia?
Bukankah kita akan menikah di jalan dakwah?
Bukankah kita telah menikah di jalan dakwah?
Bukankah kita akan melahirkan mujahid dan mujahidah?
Bukankah kita telah melahirkan mujahid dan mujahidah?
Bukankah kita mendahulukan dakwah ketimbang pribadi-pribadi kita?
Dan masih banyak pertanyaan yang mestinya kita jawab dengan sejujur-jujurnya!
Sebab, bukankah amalan itu tergantung dari niatnya sehingga ia diganjar berdasarkan niatnya?

*muhasabah untuk kita yang mengaku aktivis dakwah, bahwa amanah di daerah telah menanti kita!
1.    Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran ayat 110)
2.    Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (Fushshilat ayat 33)
3.    Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (At Taubah ayat 111)
4.    Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Al Hadiid ayat 20)
5.    Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (At Takatsur ayat 1)
6.    Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali Imran ayat 14)

0 comments:

Post a Comment