Social Icons

Pages

Labels

Monday, November 3, 2014

Masih Bangga dengan Kampung Kita?

Bone Kota Beradat. Begitulah kira-kira apa yang akan kita baca kalau menyempatkan diri untuk berkunjung ke Bone, khususnya di daerah pusat kota. Begitu banyak terpampang di sepanjang jalan. Di tempat sampah, di pot bunga, di gerbang bersama ucapan selamat datang. Bone Kota Beradat telah menjadi Jargon bagi kawasan kita ini.

Namun sungguh disayangkan… Bone yang dulunya kita kenal sebagai kawasan yang saling tolong menolong, gotong royong, hormat menghormati, budaya malu, dan segudang kebaikan lagi. Seolah-olah semakin memudar dan menuju peradaban kota yang pada umumnya egois, peduli diri sendiri, sangat disayangkan.

Bagaimana tidak, suatu ketika dalam perjalanan ke Makassar, tepat tanggal 2 Desember 2013, sebuah kecelakaan tunggal. Pengendara motor menabrak seekor anjing yang menyebabkannya harus jatuh tersungkur sampai pingsan. Nah, disini letak ketidakberadatan warga kita saat ini. Warga yang berada di sekitar tempat itu hanya melihat tanpa memberi bantuan.

Dua orang pengendara lainnya yang berada di belakang, kami dan orang yang berboncengan lainnyalah yang singgah untuk menolong, mengangkat, dan memberinya minum sebagai upaya penyelamatan agar ia tersadar dari pingsannya yang panjang.

Kala hendak diangkat dari jalan, untuk sekedar berbaring karena tidak sadarkan diri. Berempat dengan boncengannya yang –Alhamdulillah- tidak pingsan mengangkat untuk memberikan pertolongan. Alangkah disayangkan, ketika hendak membawanya ke teras rumah salah seorang warga yang masih mengenakan seragam kantornya. Tidak lain dan tidak bukan pegawai pemerintahan, serta merta ia memberikan kode dengan tangannya yang bermakna “Jangan bawa ke sini, di sana saja” yang akhirnya kami terpaksa mengarahkannya ke teras sebuah gubuk kecil yang kebetulan tidak terbuka.

Yaa Allah, inikah masyarakat kami kini?

Sampai di situ saja? Tidak saudaraku, warga yang ada di tempat itu tidak memberikan pertolongan sama sekali. Mereka hanya berkerumun di sekitarnya. Melihat-lihat saja. Berceloteh tentang bagaimana kejadian itu berlangsung. Sementara kami bertiga sibuk mencarikan cara agar orang tersebut segera sadar! Untung saja di bagasi motor ada segelas air yang tak sengaja saya beli untuk diminum dalam perjalanan.

Ya Allah, tidakkah mereka tahu akan kabar Rasul-Mu Bahwa tidaklah dianggap sempurna keimanan kami sampai kami mencintai saudara kami sebagaimana kecintaan kami kepada diri kami sendiri?

Ya Allah, inikah potret masyarakat kami kini?

Saudara-saudarku, tentu ini menjadi PR bagi kita. Dekadensi moral yang terjadi di tengah ummat tentu merupakan bukti bahwa perjuangan kita –mungkin- masih sangat kurang. Coba saja bandingkan jumlah kita yang –sedikit- faham dengan keutamaan berdakwah, belajar tentang adab, mengetahui balasan yang baik bagi orang yang memberikan manfaat, janji akan menjadi manusia terbaik bagi yang paling baik kepada sesama dengan mereka yang tidak faham dengan Islam dengan baik. Adakah ia sebanding? Ataukah sepertiganya? Atau seperlimanya? Atau sepersepuluhnya? Tidak! Mungkin diantara 700 orang warga hanya ada 1 orang yang faham (mendapat hidayah) dengan baik Islam ini.

Wahai aktivis dakwah, ke mana kita? Akankah dekadensi moral, keengganan untuk saling menolong, keegoisan akibat jauhnya ummat dari diynul islam ini kita biarkan begitu saja? Apa kita akan tinggal diam saja? Duduk ongkang kaki di tanah rantau? Menjadikan orang-orang yang dating ke kota ini terbina/terdidik, sementara keluarga kita, kaum kita, tetangga kita yang ada di Bone saban hari semakin jauh dari nilai-nilai agama dan juga adat baik mereka? Bukankah adat kita gotong royong? Saling bantu membantu? Mana semboyan “Bone kota beradat”?
Is al li nafsik, “madza qaddamtu lidiynillah?”
-Gencarkan Dakwah Daerah-

Diselesaikan di Makassar, 30 Desember 2013

0 comments:

Post a Comment