Salah satu
yang sangat dibanggakan umat Islam dari dahulu hingga saat ini adalah
keotentikan al-Qur’an yang merupakan warisan Islam terpenting dan paling
berharga. Meskipun mushaf yang kita kenal sekarang ini berdasarkan rasm Utsman bin Affan, akan
tetapi sebenarnya ia tidak begitu saja muncul sebagai sebuah karya besar yang
hampa dari proses panjang yang telah dilalui pada masa-masa sebelumnya.
Setelah
Rasulullah Saw wafat, tonggak estafet pemeliharaan al-Qur’an dilanjutkan Abu
Bakar al-Siddiq, Umar bin al-Khattab, dan Utsman bin Affan. Upaya-upaya
tersebut muncul bersifat reaktif atas kondisi yang dihadapi umat Islam yang
dipandang dapat mengancam keutuhan dan keaslian al-Qur’an.
Baca Juga : Inilah Al Qur'an Itu!
Abu Bakar
al-Siddiq mengemban tugas pemeliharaan al-Qur’an dengan melakukan penghimpunan
naskah-naskah al-Qur’an yang berserakan menjadi satu mushaf. Faktor pendorong usaha penghimpunan tersebut, adanya
kekhawatiran hilangnya sesuatu dari al-Qur’an disebabkan banyak para sahabat
penghafal al-Qur’an yang gugur di medan perang Yamamah. Perang ini terjadi
tahun 12 H antara kelompok Muslim melawan kelompok yang menyatakan diri keluar
dari Islam (murtad) di bawah pimpinan
Musailamah al-Kazzab. Dalam pertempuran tersebut 70 orang penghafal al-Qur’an gugur[1].
Al-Quran
memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu diantaranya
adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah,
dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.inna nahnu nazzalna al- zikra wa
innalahu lahafizhun (sesungguhnya kami yang menurunkan Alquran dan kamilah
pemelihara- pemeliharaNya) [Qs 15:9]. Demikianlah Allah menjamin keotentikan
Al- Quran, jaminan yang diberikan atas dasar ke-Maha Kuasaan dan
ke-Mahatahuan-Nya, serta berkat upaya- upaya yang dilakukan oleh makhluk-
makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat diatas, setiap muslim
percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al- Quran tidak
berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah SAW., dan yang
didengar serta dibaca oleh sahabat Nabi Saw.
Pada masa Rasulullah masih hidup, Al-Qur’an dipelihara
sedemikian rupa. Ketika menyampaikan wahyu kepada para sahabat, beliau
memerintahkan agar sahabat menghafalnya dengan baik, sehingga cara yang paling
terkenal untuk memelihara Al-qur’an adalah dengan menghafal. Selain cara
menghafal ini, Rasul memerintahkan agar para sahabat yang pandai menulis segera
menuliskan ayat-ayat Al-qur’an yang telah dihafal oleh mereka.
0 comments:
Post a Comment